Ramalan Primbon Jawa Kuno lengkap Menurut Tanggal Lahir

Ramalan Primbon Jawa Kuno lengkap Menurut Tanggal Lahir

Ramalan Primbon Jawa Kuno lengkap Menurut Tanggal Lahir


Ramalan Dan Primbon Jawa Sering Dipakai Untuk Mengetahui Segala Makna Kehidupan.Pantas Primbon Jawa, Ramalan merupakan salah satu format "komunikasi" tubuh untuk memberitahu terhadap pemilik tubuh akan datangnya sesuatu hal. Sesuatu tersebut dapat saja mempunyai makna baik, atau malah pertanda yang kurang baik (buruk)

Kehidupan sehari-hari dalam kebiasaan Jawa kental dengan ‘ngelmu titen’. Suwardhi Endraswara dalam bukunya Falsafah Jawa (2003) menyebut, titen ialah hasil pengamatan dari leluhur. Sampai terwujud semacam rumus yang kemudian diaplikasikan dalam penentuan keputusan bermacam urusan. 

Rumus atau perhitungan hal yang demikian dikumpulkan dalam sebuah primbon. Suwardhi membagi variasi primbon ke dalam sebelas komponen. Mulai dari ramalan hingga tata metode upacara selamatan. Berikut pembagiannya. 

Pranata Mangsa: Mencari tahu tanggal mulai menanam dan melaut. 
Petungan: Menghitung neptu weton atau tanggal lahir. 
Pawukon: Rumus untuk menetapkan tanggal upacara seperti pernikahan. 
Pengobatan: Berisi wejangan dan bimbingan berhubungan pengobatan. 
Wirid: Lagu yang berisi larangan. 
Aji-Aji: Cara untuk mendapatkan daya supranatural. 
Kidung: Syair-syair yang indah. 
Ramalan: Berkaitan ramalan kejadian di masyarakat. 
Slametan: Tata metode menjalankan syukuran. 
Donga/Mantra: Mirip dengan aji-aji cuma saja menerapkan huruf Arab. 
Ngalamat: Ramalan berhubungan kejadian alam yang ganjil. 
Ade Faizal dalam artikelnya yang berjudul Kebiasaan Ilmu Hikmah, Dari Sufisme Persia Sampai Kyai Nusantara (2010) , menyebut primbon ialah wujud kepercayaan masyarakat Jawa bahwa pergerakan alam semesta mempengaruhi perilaku manusia. 

Naskah Kalender Jawa. Foto: Wikimedia Commons
Dalam filosofi Jawa, ini disebut Jagat Gedhe (semesta) dan Jagat Cilik (bumi dan manusia). Oleh karena itu, perhitungan dalam primbon kerap menerapkan tanggal lahir manusia.  
Sedangkan menjadi unik, masyarakat diberi pengaruh tiga kebiasaan dalam menetapkan penanggalan. Sebelum pengaruh Hindu-Budha, masyarakat Jawa Kuno memiliki penanggalan dengan empat musim yang terdiri 12 bulan (mangsa). 

Pekan telah mengenal nama-nama hari seperti Senin-Yaitu, kalender Jawa Kuno memiliki hitungan minggu sendiri. Imbas, Pancawara, satu minggu yang terdiri lima hari pasaran, ialah: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. 
Lalu, masuknya pengaruh Hindu-Budha membuat masyarakat mulai menggabungkan kalender Saka. Kalender hal yang demikian sah dimulai pada 14 Maret 78 M. Ilustrasi Saka itu kemudian mengakibatkan mangsa Apit Lemah dan Apit Kayu berubah menjadi Dhesta dan Shada. 
Penanggalan Jawa kemudian berubah kembali karena pengaruh penyebaran Agama Islam. Pada 1653 M (Masehi) atau 1555 Saka atau 1043 H (Hijriah), Sultan Agung dari Mataram berharap menghapuskan metode kalender Saka. 

Yaitu Tahun Saka Foto: Wikimedia Commons
Akan tapi, niatnya terbentur dengan situasi sosial kebiasaan. Banyak orang Jawa yang masih meyakini Hindu-Budha. Sementara, di bermacam kalangan masyarakat Islam menjamur. 
Untuk mewujudkan keselarasan, Sultan Agung akhirnya memilih menggabungkan kedua penanggalan hal yang demikian. Imbas, tahun Saka konsisten berjalan. Diaplikasikan, pergantian tahun Saka disamakan dengan tahun Hijriyah. Jadi 1 Muharram 1043 H sama dengan 1 Muharram 1555 Saka (Jawa). Nama bulan bahkan berubah dengan pengaruh Islam. 
Penanggalan Mana yang Dulu Primbon? 
Sedangkan perlu dijawab terutamanya dahulu ialah perkembangan sastra Jawa. Kepustakaan Jawa berkembang kencang karena pengaruh Islam pada abad ke-17 hingga 19 M. Itu dipicu penyebaran pendidikan pesantren yang menerapkan kitab-kitab. Termasuk karya sastra. 

Sastra Jawa yang terpengaruhi kebiasaan Islam, Serat Ambiya. Foto: Instagram/ @Kratonjogja
Dalam Puncak Kekuasaan Mataram (1990), H.J. de Gaff menulis, karya sastra dari bermacam pesisir yang diberi pengaruh pesantren menjadi sumber utama dalam karya sastra Jawa pada masa Mataram. 
Dari ilustrasi ini, banyak anggapan yang mengatakan bahwa primbon belum timbul pada Hindu-Budha. Argumentasi itu bahkan dikuatkan dengan ramalan Jayabaya yang baru ditulis pada 1741-1743 M. Penanggalannya bahkan diikutkan via kalender Jawa-Islam. 
Kenapa kala, primbon ialah catatan yang diturunkan dari keluarga ke keluarga. Primbon baru ditulis dan diterbitkan pada 1906 M dengan tebal 36 halaman oleh De Bliksem. Patokan, pembentukan hal yang demikian belum sistematis. Kemudian mulai dicetak bebas pada awal abad ke-20 M. 
Ilustrasi Primbon Menjadi  Masyarakat Jawa? 
Kembali lagi ke kosmologi, bahwa masyarakat Jawa percaya bagaimana Jagat Gedhe dapat mempengaruhi Jagat Cilik (mikrokosmos). Suwardhi menjelaskan, Jagat Cilik yang dimaksud terdapat dalam filosofi Sedulur Papat Limo Pancer (Empat Saudara dan yang Kelima Tengah). 

Artinya ialah, empat saudara itu yang mengantar kelahiran bayi. Sedangkan terdiri dari, kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta, getih (darah), dan puser (tali plasenta). Pancer (yang tengah) ialah manusia itu sendiri dan lingkungannya. 


Lalu, filosofi ada juga yang memaknai, empat arah mata angin dan tengah. Pergeseran arah itu kemudian diistilahkan bergantinya hari. Untuk serasi dengan alam, karenanya acuannya ialah perhitungan dalam primbon.

0 Response to "Ramalan Primbon Jawa Kuno lengkap Menurut Tanggal Lahir"

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel